Dari Sahl bin Sa’d berkata,
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
أَتَانِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ عِشْ مَا شِئْتَ
فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا
شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ شَرَفُ الْمُؤْمِنِ
قِيَامُهُ بِاللَّيْلِ، وَعِزُّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ
“Jibril mendatangiku lalu berkata: “Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati, cintailah siapa yang kamu suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya dan berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya.”
Kemudian dia berkata: “Wahai
Muhammad! Kemulian seorang mukmin adalah berdirinya dia pada malam hari (untuk
shalat malam), dan keperkasaannya adalah ketidakbutuhannya terhadap manusia.” (HR. ath-Thabarani dalam
al-Mu’jam al-Ausath no 4278, Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa, al-Hakim dalam
al-Mustadrak 7921 Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam
Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 2/483)
Penjelasan Hadits :
Jibril
adalah salah satu dari Malaikat yang agung, beliau diberi tugas untuk
menyampaikan wahyu, dan dengan wahyu itulah keadaan manusia menjadi baik, baik
dalam urusan dunia maupun agama mereka.
Jibril
datang kepada Nabi kita Muhammad shallallohu 'alaihi wasallam lalu berbicara
kepada beliau dalam konteks beliau sebagai salah seorang hamba dari hamba-hamba
Allah, dia tidak berbicara kepada beliau dalam konteks sebagai Nabi ataupun
Rasul, sehingga perkataan Jibril dalam hadits ini adalah sebuah perkataan yang
cocok dan baik untuk semua hamba Allah. Oleh sebab itu marilah kita cermati
perkataan Jibril ini dengan seksama untuk seterusnya kita amalkan, karena ilmu
menuntut kita untuk mengamalkannya. Dan kalimat yang disampaikan oleh Jibril di
sini adalah kalimat yang ringkas, namun sarat akan makna.
Benar,
kalimat tersebut adalah kalimat yang terbatas, yang dengannya Jibril memberi
nasihat kepada Nabi Muhammad. Dan sekaligus ia adalah pengingat dan peringatan
bagi setiap individu dari ummat beliau sepeninggal beliau. Jika Nabi shallallohu
'alaihi wasallam dinasehati! dan diingatkan! Maka bagaimana dengan manusia
selain beliau?! Maka pasti mereka lebih membutuhkan terhadap nasihat dan
peringatan, mereka tidak bisa lepas dari keduanya.
Jibril
memulai nasehatnya dengan mengingatkan dengan kematian, karena ia adalah hal
yang paling buruk dan paling menyeramkan bagi manusia (Faidhul Qadir, hal 102).
Dia berkata, “Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati,” maksudnya
akan sampai (menuju) kepada kematian dalam waktu yang dekat.
Kematian
ini akan mendatangimu -wahai hamba Allah- dan pasti menghampirimu, tidak
mungkin meleset darimu. Dan sekalipun engkau melihatnya jauh, namun di sisi
Allah ia adalah dekat, dan setiap yang akan datang pasti datang, dan setiap
yang akan datang adalah sesuatu yang dekat.
Dan
di antara buah dari mengingat kematian adalah menghilangkan ketergantungan hati
terhadap dunia ketamakan terhadap kesenangan-kesenangannya. Dan di antara
buahnya yang lain adalah memperpendek angan-angan dalam dunia ini. Maka ahli
Akhirat, mereka tidak memiliki panjang angan-angan di dalamnya, akan tetapi
mereka hanya mengharapkan kehidupan di negeri yang kekal (Akhirat). Allah l
berfirman, artinya, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan
main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau
mereka mengetahui.” (QS. al-‘Ankabut: 64)
Maksudnya
adalah kehidupan yang sempurna dan tetap (kekal). “Hiduplah sesukamu karena
sesungguhnya engkau akan mati.” Maknanya adalah hendaklah mempersiapkan diri
seseorang yang tujuan akhirnya adalah kematian, dengan cara menyiapkan diri
untuk sesuatu setelahnya (setelah kematian) (Faidhul Qadir, 4/500).
Kemudian
dia berkata kepada beliau, “Dan cintailah siapa yang kamu suka, karena
sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya,” maksudnya adalah cintailah siapa
saja yang kamu suka di antara makhluk, karena sesungguhnya engkau akan berpisah
dengannya. Maka jangan sampai -wahai hamba Allah- engkau menyibukkan hatimu
dengan kesenangan-kesenangan dunia yang fana berupa istri, anak, harta dan
selainnya dari hal-hal yang kamu cintai. Karena itu semua, bisa jadi akan pergi
darimu, atau bisa jadi kamu yang pergi darinya! Maka sibukkanlah hatimu dengan
kecintaan terhadap Dzat yang tidak berpisah denganmu dan kamu tidak berpisah
dengannya, yaitu mengingat Allah dan amal shalih yang dicintai Allah dengan
mendekatkan pelakunya dengan-Nya. Karena hal itu akan menemanimu di alam kubur,
sehingga tidak akan berpisah denganmu (Faidhul Qadir)
Dan
di antara tempat yang baik untuk mengingat kematian adalah ketika kita sedang
shalat. Sebagaimana sabda Nabi, dalam hadits Anas,
اذْكُرِ المَوْتَ فِي صَلاَتِكَ، فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا ذَكَرَ المَوْتَ فِي
صَلاَتِهِ لَحَرِيٌّ أن يُحْسِنَ صَلاَتَهُ، وَصَلِّ صلاةَ رَجُلٍ لاَ يَظُنُّ
أَنَّهُ يُصَلِّي صلاةً غيرَهَا
“Ingatlah kematian dalam shalatmu, karena seseorang jika mengingat kematian di dalam shalatnya, niscaya hal itu akan menjadikan dia memperbagus shalatnya. Dan shalatlah dengan shalatnya seseorang yang tidak mengira kalau ia akan melakukan shalat selainnya (selain shalat yang dia lakukan saat itu).”
(Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah, no 1421)
Maka
seharusnya engkau -wahai hamba Allah- mengingat-ingat kematian dalam shalatmu,
dalam rangka mengamalkan wasiat Nabi tersebut.
Kemudian
Jibril berkata kepada beliau, “Dan berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya
engkau akan diberi balasan karenanya.” “Berbuatlah sesukamu,” maknanya adalah
berbuatlah sesukamu, berupa perbuatan yang baik maupun yang buruk, karena
sungguh akhir kehidupanmu adalah kematian, lalu setelah kematian ada
perhitungan dan pembalasan (di hari Kiamat). “Karena sesungguhnya engkau akan
diberi balasan karenanya” maksudnya sebagai ganjaran atas perbuatan tersebut,
dan engkau akan diberi keputusan sesuai dengan konsekuensi dari perbuatanmu.
Dia berfirman, artinya, “Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”(QS. az-Zalzalah: 7-8)
Dan
dalam hal ini ada ancaman dan peringatan yang serupa dengan firman-Nya,
artinya, “Berbuatlah apa yang
kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fushilat: 40)
Maksudnya
membalasmu berdasarkan amalan tersebut, sehingga jika amalan tersebut baik,
maka balasannya akan menyenangkanmu dan jika buruk maka perjumpaan dengan
balasan tersebut akan menyedihkanmu. (Faidhul Qadir)
Ketika
umur manusia itu pendek jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat, dan ketika
seorang hamba diciptakan untuk menegakkan kalimat Allah dan memakmurkan dunia
ini dengan ketaatan kepada Rabbnya dan beribadah kepada Penciptanya, maka
Jibril menjelaskan kepada Nabi kita hal terbesar yang bermanfaat baginya dan
yang bisa menyelamatkannya dari kengerian hari Kiamat yang akan dilalui oleh
semua hamba Allah, yaitu dengan perkataannya,
“Wahai
Muhammad, sesungguhnya kemuliaan seorang mu’min adalah berdirinya dia pada
malam hari (untuk shalat malam)”. Maksudnya adalah ketinggian dan kehormatannya
adalah usahanya menghidupkan malam dengan merutinkan tahajjud di dalamnya,
berdzikir dan membaca al-Qur’an. Dan ini adalah amalan yang paling agung dan
paling mulia, yang dengannya seorang hamba menghadap Rabbnya karena shalat
adalah amalan terbaik –setelah dua kalimat syahadat- yang dibawa seorang hamba
menghadap Rabbnya. Beliau bersabda:
الصّلاةُ خَيْرُ مَوْضُوْعٍ
“Shalat adalah sebaik-baik amalan yang Allah tetapkan bagi para hamba untuk mendekatkan diri kepada-Nya.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath, dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 3870)
Beliau
juga bersabda,
واعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلاة
“Dan ketahuilah bahwasanya sebaik-baik amalan kalian adalah shalat.” (HR. para imam, yaitu Malik dalam al-Muwatha’, Ahmad dalam Musnad, Ibnu Majah dan ad-Darimi. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil)
Hal
itu karena shalat mengumpulkan/menggabungkan beberapa jenis ibadah, seperti
membaca (al-Qur’an), tasbih, takbir dan tahlil. Nabi bersabda,
أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلَاةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib (fardhu) adalah shalat (sunnah) di tengah malam.” (Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami, no. 1116)
Kemudian
Jibril berkata kepada beliau, “Dan keperkasaannya adalah ketidakbutuhannya
terhadap manusia,” maksudnya adalah bahwa kekuatannya, keperkasaannya dan
keunggulannya dari orang lain adalah ketercukupannya dengan apa yang
dikaruniakan Allah kepadanya, dan ketidakbutuhannya terhadap apa yang ada di
tangan manusia. (Faidhul Qadir, 134)
Dan
karena mulianya hamba ini di tengah-tengah manusia, maka ia menjadi orang yang
dicintai di tengah-tengah mereka. Beliau bersabda,
ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللهُ وَازْهَدْ فِيمَا عِنْدَ النَّاسِ
يُحِبَّكَ النَّاسُ
“Zuhudlah dalam urusan dunia, niscaya Allah akan mencintaimu. Dan zuhudlah terhadap apa-apa yang pada manusia, niscaya manusia akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah, no. 4102)
Maka kesimpulannya -wahai para hamba Allah-, bahwasanya nasihat ini, yang disampaikan Jibril kepada Nabi kita mencakup beberapa perkara :
- Peringatan agar tidak panjang angan-angan
- Mengingatkan kematian
- Tidak tertipu dengan berkumpulnya dia dengan keluarga, orang yang dicintai dan anak-anaknya
- Mengingatkan agar memanfaatkan umur untuk beribadah
- Anjuran agar menunaikan shalat tahajjud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar